Cari Blog Ini

Mengenai Saya

Foto saya
karawang, jawa barat, Indonesia

Selasa, 23 Agustus 2011

MALAM LAILATU AL-QODAR


Salah satu malam istimewa di bulan ramadhan adalah Malam Lailatul Qadar. Suatu malam yang lebih baik seribu bulan. Istimewanya adalah karena Malam Lailatul Qadar hanya diberikan pada Ummat Nabi Muhammad SAW dan tidak pernah diberikan pada umat nabi sebelumnya. Bagi yang berpuasa beribadah pada malam Lailatul Qadar maka pahalanya lebik baik dari beribadah seribu bulan atau 83 tahun plus 4 bulan. Bisa dibayangkan sanggup nggak kita beribadah lebih dari 83 tahun tuh. Di Malam Lailatul Qadar yang istimewa tersebut para malaikat turun termasuk malaikat Jibril dan kedamaian  akan terus berlunjut hingga terbit fajar.
Seperti Apa Malam Lailatul Qadar ?
Dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Atthabrani bahwa bersabda : Malam Lailatul Qadar itu adalah malam yang cerah ( terang ), tidak dingin dan tidak panas, tidak berawan, tidak hujan, tidak angin, tidak dilempar bintang-bintang, dan tandanya pada pagi harinya matahari terbit tak bersinar ( hanya tampak terang putih tetapi tidak panas ).
Kapan Waktu Malam Lailatul Qadar?
Sebenarnya waktu turunnya Malam Lailatul Qadar tidak ada kepastian baik dalam Alquran atau sabda Nabi Muahmmad SAW. Tapi petunjuk ke arah turunnya  diisyaratkan secara tersirat oleh Nabi berupa aktivitas beliau. Yaitu : Nabi Muhammad SAW lebih semangat/giat/rajin melaksanakan ibadah pada malam 10 terakhir bulan puasa. Seperti yang dikatakan Siti Aisyah : Ada Nabi Muhammad SAW apabila memasuki 10 malam terkakhir bulan ramadhan mempererat iklan kainnya dan bangun semalam suntuk serta membangunkan istrinya.  Dan dalam riwayat yang lain Nabi bersabda carilah Malam Lailatul Qadar itu pada malam-malam 10 yang akhir yang ganjil, yaitu malam ke 21, atau 23, atau 25, atau 27, atau29, atau malam ke tiga puluh. Maka siapa saja umat Islam yang bangun melakukan sembahyang malam karena iman dan mengharap pahala, maka diampunkan dosanya yang lalu dan yang akan datang.
Demikianlah secara ringkas berkenaan dengan Malam Lailatul Qadar. Sekalipun ada tanda-tanda yang diisyaratkan oleh Nabi tentang Malam Lailatul Qadar, alangkah baik kita terusmelakukan amal baik selama bulan suci ini sejak awal bulan ramadhan. Jika amal baik dilakukan sejak awal berupa membaca alquran, shalat tahajjud ( bangun  malam ) dan lain-lain, maka sudah dapat dipastikan kita akan menemui Malam yang mulia tersebut. Semoga ya.

Jumat, 18 Februari 2011

CARA MENUNJUKAN RASA CINTA KEPADA NABI MUHAMMAD SAW

Bagaimana sih sebenarnya cara mencintai Rosululloh? Pertanyaan seperti inilah yang sering diajukan oleh beberapa orang yang betul-betul ingin menunjukkan cintanya kepada Nabi. Namun kenyataannya banyak sekali kelompok yang ingin menunjukkan bukti kecintaan yang salah. Mereka dengan ringannya berbuat anarkis, membunuh sekelompok orang yang berbeda keyakinan ataupun berbeda pendapat. Apakah benar seperti itu tindakan seorang yang benar-benar mencintai Nabi...? Seharusnya seorang yang mencintai nabi akan menunjukkan kepada manusia bahwa dia membawa rahmat bagi semua makhluk di muka bumi ini. Islam haruslah menjadi pelindung dan sekaligus rahmat bagi siapapun dan bukannya malah menjadikan ketakutan kelompok diluar Islam.

Saya mendapat artikel dari detiknews.com tentang apa arti cinta kepada Nabi yang sesungguhnya. Semoga bermanfaat:


Jakarta - Di setiap Maulid Nabi Muhammad SAW, syair-syair lagu spritual Bimbo: "Rindu kami padamu ya Rasul, rindu tiada terperi. Berabad jarak darimu ya Rasul, serasa Dikau di sini. Cinta Ikhlas Mu pada manusia, bagai cahaya suarga. Dapatkah kami membalas cintamu, secara bersahaja", mewakili segenap perasaan kita umat Islam.

Kerinduan dan kecintaan pada Nabi Muhammad SAW sering pula diekspresikan dengan perasaan cinta yang kadang emosional, tak rela melihat Nabi dan ajarannya mendapat hinaan, penodaan dan penistaan dengan memerangi orang dan kelompok yang menistakan nabi dan ajaran Islam melalui jihad secara fisik.

Islam lebih sering ditampilkan sebagai agama yang kejam, suka kepada kekerasan dan peperangan. Islam menjadi agama yang menakutkan, padahal sesungguhnya Nabi Muhammad SAW menekankan Islam sebagai agama kedamaian membawa keselamatan dan rahmat bagi seluruh alam.

Islam berasal dari bahasa Arab yaitu dari asal kata "Salam" yang artinya "Damai Sejahtera". Kalimat Islam itu sendiri jika diterjemahkan berarti "Selamat (Damai)". Adapun kalimat "Salam" dalam bahasa Ibrani yaitu 'Shalowm' yang artinya "damai Sejahtera". Para ulama ahli tafsir yang merujuk pada Al-Qur'an, selamat dari kemungkaran (kejahatan) dan selamat dari api neraka (murka Allah).

Sebagai agama yang membawa kedamaian, kesejahteraan dan rahmat bagi seluruh alam, Islam yang disebarkan nabi menjadi tonggak sejarah terpenting bagi kehidupan manusia dalam membangun peradaban yang modern dan madani (civil society). Begitu juga dengan penyebaran Islam di nusantara. Para wali dan ulama menyebarkan Islam ke seluruh nusantara dengan jalan damai, "suro diro joyodiningrat, lebur dening pangastuti" (semua angkara murka atau tindak kejahatan akan kalah dengan keluhuran budi), dan dalam terminologi Islam disebut "Idza jaal haqqu wajahaqal bathil, innal bathila kana zahaqu."

Cinta Kepada Nabi

Cinta memang memiliki ekspresi yang berbeda-beda bagi setiap manusia, begitu juga cinta kepada Nabi Muhammad SAW, manusia biasa yang dimuliakan Allah, pemimpin teladan umat yang diutus menjadi Rasul Allah untuk memperbaiki akhlak manusia. Nabi terakhir (khataman nabiyyin), tiada nabi setelahnya, kekasih Allah yang digelari sebagai manusia yang dipercaya Al-Amin.

Dengan segenap kerinduaan dan kecintaan yang begitu mendalam kepada nabi, kita ingin memberi catatan-catatan penting bagaimana kita mengekspresikan rasa cinta kepada Nabi itu dengan pandangan dan perspektif yang lebih mendalam dalam kehidupan kita dengan meneladani keperibadian Nabi Muhammad SAW.

Dalam suatu riwayat dikisahkan bagaimana kecintaan para sahabat kepada Nabi. Menjelang akhir hayatnya, Nabi Muhammad SAW yang tengah menderita sakit, setelah memimpin sholat Subuh, Nabi berdiri di atas mimbar dan bertanya kepada para sahabat. "Wahai sahabat, kalian tahu umurku tak akan lagi panjang. Siapakah di antara kalian yang pernah merasa teraniaya oleh si lemah ini, bangkitlah sekarang untuk mengambil kisas, jangan kau tunggu hingga kiamat menjelang, karena sekarang itu lebih baik."

Melihat semua sahabat diam, Nabi mengulangi lagi ucapannya dengan suara yang terdengar lebih keras. Masih saja para sahabat duduk tenang. Hingga ucapannya yang ketiga kalinya, seorang laki-laki berdiri menuju nabi, dialah Ukasyah Ibnu Muhsin. "Ya Rasul Allah, dulu aku pernah bersamamu di perang Badar. Untaku dan untamu berdampingan, dan aku pun menghampirimu agar dapat menciummu, wahai kekasih Allah, saat itu engkau melecutkan cambuk kepada untamu agar dapat berjalan lebih cepat, namun sesungguhnya engkau memukul lambung sampingku," ucap Ukasyah.

Mendengar ini, nabi pun menyuruh Bilal mengambil cambuk di rumah putrinya, Fatimah. Bilal tampak begitu berat menunaikan perintah nabi, Ia tak ingin cambuk yang dibawanya melecut tubuh sang kekasih, namun Ia juga tidak ingin mengecewakan nabi. Segera setelah sampai, cambuk diberikan kepada nabi dan dengan cepat cambuk berpindah ke tangan Ukasyah. Masjid seketika dipenuhi oleh gemuruh suara para sahabat.

Tiba-tiba dari barisan terdepan melesat maju sosok berwajah sendu dan berjanggut basah oleh air mata, dialah Abu Bakar dan sosok pemberani yang ditakuti para musuhnya di medan pertempuran, Umar Ibnu Khattab. Mereka berkata, "Hai Ukasyah, pukullah kami berdua, sesuka yang kau dera. Pilihlah bagian manapun yang paling kau inginkan, kisaslah kami". Duduklah kalian sahabatku, Allah telah mengetahui kedudukan kalian, begitu perintah nabi.

Melihat Abu Bakar dan Umar duduk kembali, Ali bin Abi Thalib pun berdiri di depan Ukasyah dengan berani. "Hai hamba Allah, inilah aku yang masih hidup siap menggantikan kisas Rasul. Inilah punggungku, ayunkan tanganmu sebanyak apapun, deralah aku, Allah SWT sesungguhnya tahu kedudukan dan niatmu wahai Ali, duduklah kembali," kata nabi.

"Hai Ukasyah, engkau tahu, aku ini kakak-beradik, kami adalah cucu Rasulullah, kami darah dagingnya, bukankah ketika engkau mencambuk kami, itu artinya mengkisas Rasul juga." Hasan dan Husin tampil di depan Ukasyah. Lalu Nabi menegur mereka, "Wahai penyejuk mata, aku tahu kecintaan kalian kepadaku, duduklah."

Masjid kembali ditelan senyap, Ukasyah tetap tegap menghadap nabi. Kini tak ada lagi yang berdiri ingin menghalangi Ukasyah mengambil kisas. "Wahai Ukasyah, jika kau tetap berhasrat mengambil kisas, inilah ragaku," Nabi selangkah mendekatinya.

"Ya Rasul Allah, saat Engkau mencambukku, tak ada sehelai kainpun yang menghalangi lecutan cambuk itu." Kemudian Nabi pun melepaskan ghamisnya dan tersingkaplah tubuh suci Rasulullah. Seketika pekik takbir menggema, semua yang hadir menangis sedih.

Melihat tubuh nabi, Ukasyah langsung menanggalkan cambuk dan berhambur ke tubuh Nabi. Sepenuh cinta direngkuhnya nabi, sepuas keinginannya ia ciummi punggung nabi. Perasaan kerinduan kepada nabi ia tumpahkan pada saat itu. Ukasyah menangis gembira, berteriak haru, gemetar bibirnya berucap, "Tebusanmu, jiwaku ya Rasul Allah, siapakah yang sampai hati mengkisas manusia indah sepertimu. Aku hanya berharap tubuhku melekat dengan tubuhmu hingga Allah dengan keistimewaan ini menjagaku dari sentuhan api neraka."

Dengan penuh senyum nabi berkata, "Ketahuilah wahai manusia, siapa yang ingin melihat penduduk surga, maka lihatlah pribadi lelaki ini." Ukasyah langsung tersungkur dan bersujud memuji Allah dan para sahabat yang lain berebut mencium Ukasyah. Pekikan takbir kembali menggema. "Wahai Ukasyah berbahagialah engkau telah dijamin Nabi sedemikian pasti, bergembiralah engkau, karena engkau menjadi salah satu yang menemani Rasul Allah di surga," kata para sahabat.

Meneladani Nabi

Bagi kita umat Nabi Muhammad SAW, kecintaan kepada nabi tentu dengan menjadikan nabi sebagai teladan dalam kehidupan kita. Keteladanan nabi Muhammad SAW bukan lantaran kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan politik kenegaraan yang begitu besar yang dimiliki Nabi. Ia menjadi teladan bagi umat manusia lantaran keluhuran budi dan akhlak yang dimiliki, "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suriteladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (QS. Al-Ahzab: 21).

Meneladani Nabi berarti meneladani bagaimana nabi membangun rumah tangga yang memperoleh ridho Allah SWT. Nabi bersama istrinya Siti Khadijah selalu berusaha agar dapat mewujudkan dan membina rasa saling cinta mencintai, sayang menyayangi, hormat menghormati, selalu menjaga nama baik dan tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. Nabi memelihara, mengasuh dan mendidik anak-anaknya dengan penuh tanggungjawab dan kasih sayang sehingga anak-anaknya senantiasa beriman dan bertakwa, sehingga hidupnya berguna dan berbahagia.

Nabi Muhammad SAW selalu menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada orang-orang yang dipimpinnya, selalu berusaha agar persaudaraan sesama umat Islam (ukhwah Islamiyah) terwujud, sering bermusyawarah dengan para sahabat, berusaha mengikis pengaruh kebendaan dari dalam diri kaum muslimin. Nabi Muhammad SAW adalah pemimpin yang konsekuen, teguh pendirian dalam menegakkan kebenaran dan keadilan.

Nabi Muhammad SAW juga selalu berusaha memelihara dan meningkatkan kesehatan, kebersihan dan keindahan tubuhnya secara Islami. Selalu membiasakan diri dengan akhlak terpuji dan menjauhkan diri dari akhlak tercela, serta giat beramal shaleh yang bermanfaat bagi umat. Sehingga Allah memuji Nabi: "Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung." (QS. Al-Qalam: 4).

Nabi Muhammad SAW adalah pribadi yang memiliki rasa kasih sayang yang tinggi terhadap anak-anak yatim, para fakir miskin dan orang-orang yang terlantar. Kasih sayang nabi bukan saja kepada sesama manusia, bahkan terhadap binatang dan makhluk ciptaan Tuhan lainnya.

Meneladani Nabi Muhammad SAW berarti meneladani keperibadian-Nya sebagai pemimpin yang dipercaya (amanah) bukan saja dari umat melainkan dari Allah. Kepemimpinan yang dipercaya (amanah) itu dicapai karena nabi senantiasa mengembangkan kepribadian yang mengedepankan sikap moral yang baik dan kejujuran (siddiq), meningkatkan keterampilan dan menyampaikan apa adanya (tabligh) dan mengembangkan kapasitas serta kecerdasan (fathanah).

Mencintai dan meneladani Nabi bukan karena kita ingin menjadi nabi. Sebagai manusia yang tak sempurna, tidak selalu benar, serba terbatas, tak pernah luput dari segala kesalahan dan berbuat aniaya kepada sesama manusia, kita mencintai dan meneladani Nabi karena ingin mendapat jaminan dan safaat dari Nabi di hari kemudian. Wallahu a'lam bishawab.

Minggu, 06 Februari 2011

SHALAT ADALAH TIHANGNYA AGAMA

Shalat (wajib lima waktu) adalah rukun islam yang ke 2 (dua), merupakan tiang agama dan menjadi salah satu tolak ukur sejauh mana seorang (yang mengaku) muslim menjadi muslim yang sejati. 

Jika diibaratkan dalam sebuah bangunan; bangunan (apapun) akan rapuh jika tanpa dilandasi dengan sebuah pondasi yang tegak, kuat dan kokoh. Namun, cukupkah sebuah bangunan yang hanya dilandasi dengan pondasi yang tegak, kuat dan kokoh?, tentu belum cukup. Yang tidak kalah penting, bagaimana bangunan tersebut agar terlihat indah, menarik dan enak dipandang. Dan langkah selanjutnya adalah, kita harus tetap merawat bangunan tersebut agar tetap terjaga dan terpelihara. 

Begitu pula dalam Shalat; Shalat ibarat tiang, Agama ibarat bangunan yang akan terlihat indah dengan perilaku umatnya yang sopan dan terpuji yang akan tetap terpelihara dengan mempelajari, memahami dan melaksanakan/mengamalkan Ajaran Agama. 

Firman Allah SWT.:

Ù‚ُÙ„ْ Ø¥ِÙ†َّ صَلاتِÙŠ ÙˆَÙ†ُسُÙƒِÙŠ ÙˆَÙ…َØ­ْÙŠَايَ ÙˆَÙ…َÙ…َاتِÙŠ Ù„ِÙ„َّÙ‡ِ رَبِّ الْعَالَÙ…ِينَ

Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam (Q.S. al-An'am :162)


Ø£َلا بِذِÙƒْرِ اللَّÙ‡ِ تَØ·ْÙ…َئِÙ†ُّ الْÙ‚ُÙ„ُوبُ ... 

... Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram (Q.S. ar-Ra'd: 28) 


Ø¥ِÙ†َّÙ…َا ÙŠَتَÙ‚َبَّÙ„ُ اللَّÙ‡ُ Ù…ِÙ†َ الْÙ…ُتَّÙ‚ِينَ ...

... "Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal ibadah) dari orang-orang yang bertakwa" (al-Maidah: 27)

Sabda Rasulallah SAW.: 

“Salah satu batas (yang membedakan) antara Muslim dengan Kafir adalah Shalat.” (HR. Muslim)”

"Amal yang pertama kali akan dihisab untuk seorang hamba nanti pada hari kiamat ialah shalat, apabila shalatnya baik maka baiklah seluruh amalnya yang lain, dan jika shalatnya itu rusak maka rusaklah segala amalan yang lain" (H.R. Thabrani) 

WALLAHU'ALAM BISHAWAB..

NAHDLATUL ULAMA


Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam), disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam yang terbesar di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang pendidikansosial, dan ekonomi  

Sejarah lahirnya


Masjid Jombang, tempat kelahiran organisasi Nahdlatul Ulama
Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan "Kebangkitan Nasional". Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana - setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.
Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Suatu waktu Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab Wahabi di Mekkah, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermazhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut. Dengan sikapnya yang berbeda itu kalangan pesantren dikeluarkan dari anggotaKongres Al Islam di Yogyakarta pada tahun 1925. Akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekkah yang akan mengesahkan keputusan tersebut. Sumber lain menyebutkan bahwa K.H. Hasyim Asy'ariK.H. Wahab Hasbullah dan sesepuh NU lainnya melakukan walk out.
Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan bermazhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamakan Komite Hejaz, yang diketuai oleh K.H. Wahab Hasbullah.

K.H. Hasyim Asy'arie,Rais Akbar (ketua) pertama NU.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, maka Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya, hingga saat ini di Mekkah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan mazhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermazhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah dan peradaban yang sangat berharga.
Berangkan komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qanun Asasi(prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.


Paham keagamaan

NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrimaqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'ansunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab: imam Syafi'i dan mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi, imam Maliki,dan imam Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali kekhittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskankembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.


Daftar pimpinan

Berikut ini adalah daftar Ketua Rais Aam (pimpinan tertinggi) Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama:
NoNamaAwal JabatanAkhir Jabatan
1KH Mohammad Hasyim Asy'arie19261947
2KH Abdul Wahab Chasbullah19471971
3KH Bisri Syansuri19721980
4KH Muhammad Ali Maksum19801984
5KH Achmad Muhammad Hasan Siddiq19841991
KH Ali Yafie (pjs)19911992
6KH Mohammad Ilyas Ruhiat19921999
7KH Mohammad Ahmad Sahal Mahfudz1999sekarang


Basis pendukung

Dalam menentukan basis pendukung atau warga NU ada beberapa istilah yang perlu diperjelas, yaitu: anggota, pendukung atau simpatisan, serta Muslim tradisionalis yang sepaham dengan NU. Jika istilah warga disamakan dengan istilah anggota, maka sampai hari ini tidak ada satu dokumen resmipun yang bisa dirujuk untuk itu. Hal ini karena sampai saat ini tidak ada upaya serius di tubuh NU di tingkat apapun untuk mengelola keanggotaannya.
Apabila dilihat dari segi pendukung atau simpatisan, ada dua cara melihatnya. Dari segi politik, bisa dilihat dari jumlah perolehan suara partai-partai yang berbasis atau diasosiasikan dengan NU, seperti PKBU, PNU, PKU, Partai SUNI, dan sebagian dari PPP. Sedangkan dari segi paham keagamaan maka bisa dilihat dari jumlah orang yang mendukung dan mengikuti paham kegamaan NU. Maka dalam hal ini bisa dirujuk hasil penelitian Saiful Mujani (2002) yaitu berkisar 48% dari Muslim santri Indonesia. Suaidi Asyari[1] memperkirakan ada sekitar 51 juta dari Muslim santri Indonesia dapat dikatakan pendukung atau pengikut paham keagamaan NU. Jumlah keseluruhan Muslim santri yang disebut sampai 80 juta atau lebih, merupakan mereka yang sama paham keagamaannya dengan paham kegamaan NU. Namun belum tentu mereka ini semuanya warga atau mau disebut berafiliasi dengan NU.
Berdasarkan lokasi dan karakteristiknya, mayoritas pengikut NU terdapat di pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatra. Pada perkembangan terakhir terlihat bahwa pengikut NU mempunyai profesi beragam, meskipun sebagian besar di antara mereka adalah rakyat jelata baik di perkotaan maupun di pedesaan. Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi, karena secara sosial ekonomi memiliki problem yang sama, serta selain itu juga sama-sama sangat menjiwai ajaran ahlus sunnah wal jamaah. Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.
Basis pendukung NU ini cenderung mengalami pergeseran. Sejalan dengan pembangunan dan perkembangan industrialisasi, maka penduduk NU di desa banyak yang bermigrasi ke kota memasuki sektor industri. Maka kalau selama ini basis NU lebih kuat di sektor petani di pedesaan, maka saat di sektor buruh di perkotaan, juga cukup dominan. Demikian juga dengan terbukanya sistem pendidikan, basis intelektual dalam NU juga semakin meluas, sejalan dengan cepatnya mobilitas sosial yang terjadi selama ini. Belakangan ini NU sudah memiliki sejumlah doktor atau magister dalam berbagai bidang ilmu selain dari ilmu ke-Islam-an baik dari dalam maupun luar negeri, termasuk negara-negara Barat. Namun para doktor dan magister ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh para pengurus NU hampir di setiap lapisan kepengurusan NU.


Tujuan

Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.